Muhammad bin sirin tokoh Islam terkemuka
Muhammad bin Sirin dilahirkan tahun 33 H/653-4 M, meninggal 110 H/729 M.
Hammad bin Zaid berkata, dari Utsman al-Batti yang telah berkata: Tidak ada yang lebih alim tentang qadha (keputusan fikih) selain Muhammad bin Sirin. Ibnu Yunus berkata: Ibn Sirin lebih cerdas daripada al-Hasan al-Basri dalam beberapa perkara. ‘Awf al-A’rabi berkata: Ibn Sirin termasuk orang yang bagus dan cerdas ilmu faraidh, qadha (keputusan hukum), dan hisab.
Sependek pengetahuan kami, jika dimutlakkan penyebutan kata “Ibnu Sirin atau Muhammad” pada tingkatan tabiin maka yang dimaksud adalah Muhammad bin Sirin karena masyhurnya, kealimannya, dan usianya. Beliau merupakan ahli fikih, ahli hadis dan perawi hadis, dan juga ahli takwil mimpi.
Setiap kali beliau ke pasar pada siang hari, tidak bosan-bosannya beliau mengingatkan manusia akan kehidupan akhirat dan menjelaskan tentang hakikat dunia. Beliau memberikan bimbingan kepada mereka tentang cara mendekatkan diri kepada Allah. Beliaulah yang selalu menjadi penengah apabila terjadi sengketa atau keributan di antara mereka. Terkadang beliau bercerita untuk menghibur hati yang gundah dan lelah tanpa menjatuhkan wibawanya di hadapan para shahabatnya.
Ibu Muhammad bin Sirin adalah ibu Muhammad al-Hijaziyah. Sang ibu sangat suka dengan pakaian yang diwantek. Apabila Muhammad bin Sirin membeli pakaian, ia akan belikan pakaian terbaik untuk ibunya. Saat tiba hari Id, ia wantek pakaian itu. Aku tak pernah melihatnya meninggikan suara kepada ibu. Saat ia bicara dengannya, ia bicara penuh dengan kelembutan.” (Ibnu Asakir: Tarikh Dimasyq, 53/216).
Ibnu Sirin telah banyak belajar ilmu pengetahuan Islam yang diselenggarakan di masjid Rasulullah Saw, sehingga dia banyak mendengar periwayatan dan belajar dari para sahabat yang mulia ridhwanullahi ‘alaihim, diantaranya: Zaid bin Haritsah al-Anshari, Anas bin Malik, ‘Umran bin al-Husain, Abu Hurairah, Abdullah bin az-Zubair, Abdullah bin Abbas, dan Abdullah bin Umar. Dia mempelajari kitab Allah SWT dan sunnah rasul-Nya dari mereka semua.
Dalam kesehariannya, Ibnu Sirin membagi waktunya untuk melakukan tiga aktivitas; menuntut ilmu, beribadah dan berdagang. Sebelum subuh sampai waktu duha, dia berada di masjid al-Bashra. Di sana dia belajar dan mengajarkan tentang berbagai pengetahuan Islam. Setelah duha hingga sore hari, dia berdagang di pasar. Ketika berdagang dia selalu menghidupkan suasana ibadah dengan senantiasa melakukan dzikrullah, amar ma’ruf dan nahi mungkar. Malam hari, dia dikhususkan untuk bermunajat kepada Allah SWT, tangisannya terdengar ketika berdoa, terdengar sampai ke dinding-dinding rumah tetangga.
Hisyam bin Hasan, “Suatu hari Muhammad bin Sirin tampak murung dan bersedih. Ada yang bertanya, ‘Mengapa murung seperti ini, Abu Bakr (kun-yah Ibnu Sirin)?’ Ia menjawab, ‘Kesedihan ini dikarenakan dosa yang kulakukan 40 tahun yang lalu’.” (Ibnu Asakir: Tarikh Dimasyq, 53/226).
bahwa menjaga kesucian diri dan jujur adalah lebih baik, lebih kekal, dan lebih mulia dari zina dan dusta (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 7/153-154).
Salah satu nasihat Ibnu Sirin yang terkenal, “Berpegang teguh pada Sunah adalah keselamatan. Manusia tidak akan meridai perkataan ahli ilmu yang tidak beramal, dan tidak meridai amalan tanpa ilmu."
Wasiat Muhammad bin Sirin rahimahullah untuk keluarganya sepeninggalnya adalah agar mereka bertakwa kepada Allah. Dan memperbaiki hubungan sesama mereka. Kemudian agar mereka menaati Allah dan Rasul-Nya kalau mereka benar-benar orang yang beriman.
Ia juga mewasiatkan agar keluarganya menjadi saudara yang saling menolong dan mencintai di atas agama. Dan mengatakan bahwa menjaga kesucian diri dan jujur adalah lebih baik, lebih kekal, dan lebih mulia dari zina dan dusta (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 7/153-154).
kebiasaan jika ada orang yang berpamitan kepada beliau untuk pergi berdagang beliau berpesan, “Wahai putra saudaraku, bertakwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan carilah apa yang ditakdirkan untukmu dari jalan yang halal. Ketahuilah, kalaupun engkau mencari jalan yang tidak halal, toh engkau tidak akan memperoleh kecuali apa yang telah ditakdirkan untukmu.”
Kisah Muhammad bin sirrin dengan Hasan Al Basri
Dikisahkan suatu hari Hasan Al Basri bermimpi. Apa yang ada di alam mimpinya itu dirasa sangat aneh. Ia seolah-olah bertelanjang di sebuah kandang binatang sambil membuat tongkat. Disaat bangun Hasan Basri menjadi bingung. Ia tercenung. Isyarat apa gerangan dari mimpi yang dialaminya itu.
Hasan Basri sangat tahu kalau Ibnu Sirin adalah penafsir mimpi yang jempolan. Ingin rasanya bertemu dengan Ibnu Sirin dan mempertanyakan mimpinya itu. Namun gengsi dan malu. Kemudian Hasan Basri mencari akal, ditemuilah teman dekatnya dan disuruh menanyakan kepada Ibnu Sirin perihal mimpinya itu. “ Coba temui Ibnu Sirin dan silahkan ceritakan seakan-akan kamu sendiri yang mengalaminya,” ujar Hasan Basri.
Teman dekatnya langsung tancap gas menemui Ibnu Sirin. Setelah sampai dan bertemu, ia menceritakan apa yang dialami dalam mimpi seperti perintah Hasan Basri . Namun apa yang didengarnya dari Ibnu Sirin, membuat dirinya kaget. “ Bilang pada orang yang mengalami mimpi itu, jangan menanyakan kepada orang yang berjalan dengan lagak sombong. Kalau berani suruh datang sendiri kemari,” semprot Ibnu Sirin. Tentu saja teman Hasan Al Basri kaget, ternyata Ibnu Sirin tahu bahawa bukan dirinya yang mengalami mimpi tersebut
Ibnu Sirin sangat gembira melihat Hasan Basri datang ke rumahnya. Disambutlah dengan baik tamunya itu. Mereka saling berjabat tangan, namun kemudian mengambil posisi duduk yang berjauhan. Suasana tidaklah cair bahkan cenderung tegang. “ Sudahlah tidak usah basa-basi, langsung saja aku sangat bingung dengan mimpiku itu. Bagaimana tafsirannya,” ucap Hasan Basri.
ibnu sirin sangat gembira melihat hasan basri datang ke rumahnya. disambutlah dengan baik tamunya itu. mereka saling berjabat tangan, namun kemudian mengambil posisi duduk yang berjauhan
Sekejap kemudian Ibnu Sirin menyahut,” Jangan bingung dengan mimpi itu. Telanjang dalam mimpimu adalah ketelanjangan dunia. Maksudnya engkau sama sekali tidak tergantung pada dunia karena engkau memang seorang zuhud. Adapun kandang binantang adalah lambang dunia fana ini. Engkau sudah melihat dengan jelas keadaan yang sesungguhnya. Sedangkan tongkat yang engkau buat melambangkan hikmah yang engkau katakan dan mendatangkan manfaat bagi banyak orang,”ucap Ibnu Sirin menjelaskan. Mendengar hal tersebut, Hasan Basri terkesima dan kagum. Kemudian ia berkata,” Tetapi bagaimana engkau tahu kalau aku yang mengalami mimpi itu.”
Ibnu Sirin pun menjawab dengan santai pertanyaan Hasan Basri,” Ketika temenamu itu menceritakan mimpi tersebut padaku, aku berfikir. Menurutku hanya engkau yang pantas mengalami mimpi itu.”
Semoga dengan membaca kisah beliau Muhammad bin sirrin kita dapat mencintai dan mengikuti akhlak beliau
Sekian yang bisa saya sampaikan
Semoga kalian mendapatkan rahmat
