Siapa sebenarnya kita ini? Mengenal diri dalam kitab kimiya al sa'adah

 Siapa sebenarnya kita ini? Mengenal diri dalam kitab terjemah kimiya al- sa'adah karya imam Al Ghazali.

Sebelum membacanya alangkah baiknya kita beri hadiah Al Fatihah kepada pengarang kitabnya yaitu imam Al Ghazali ra



Mengenal diri

Mengenal diri adalah kunci untuk mengenal Tuhan, sesuai ungkapan hadis: “Siapa yang 

mengenal dirinya, ia mengenal Tuhannya,” dan sebagaimana dikatakan Alquran:

سَنُرِيْهِمْ اٰيٰتِنَا فِى الْاٰفَاقِ وَفِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الْحَقُّۗ اَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ اَنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ 

Artinya:

Akan Kami tunjukkan ayat-ayat Kami di dunia ini dan dalam diri mereka 

agar kebenaran tampak bagi mereka. (Qs. 41: 53)

Ketahuilah, tak ada yang lebih dekat kepadamu kecuali dirimu sendiri. Jika kau tidak mengetahui dirimu sendiri, bagaimana biisa mengetahui yang lain. Pengetahuanmu 

tentang diri sendiri dari sisi lahiriah, seperti bentuk muka, badan, anggota tubuh, dan lainnya sama sekali tak akan mengantarmu untuk mengenal Tuhan. Sama halnya, pengetahuanmu mengenai karakter fisikal dirimu, seperti bahwa kalau lapar kaumakan, 

kalau sedih kau menangis, dan kalau marah 

kau menyerang, bukanlah kunci menuju pengetahuan tentang Tuhan. Bagaimana bisa 

kau mencapai kemajuan dalam perjalanan 

ini jika kau mengandalkan insting hewani 

serupa itu? Sesungguhnya pengetahuan yang benar tentang diri meliputi beberapa hal 

berikut:

Siapa aku dan dari mana aku datang? Ke mana aku akan pergi, apa tujuan kedatangan dan persinggahanku di dunia ini, dan di manakah kebahagiaan sejati dapat ditemukan? Ketahuilah, ada tiga sifat yang 

bersemayam dalam dirimu: hewan, setan, dan malaikat. Harus kautemukan, mana di antara ketiganya yang aksidental dan mana yang esensial. Tanpa menyingkap rahasia itu, kau tak akan temukan kebahagiaan sejati.


Memelihara sifat-sifat setan, hewan, atau malaikat akan melahirkan watak yang bersesuaian dengannya yang di hari kiamat akan mewujud dalam rupa yang kasat mata, seperti syahwat menjadi babi, amarah menjadi anjing dan serigala, serta kesucian mewujud dalam rupa malaikat. Pendisiplinan moral 

bertujuan membersihkan hati dari karat syahwat dan amarah sehingga sebening cermin yang mampu memantulkan cahaya Ilahi.

     Mungkin ada pembaca yang keberatan dan menanyakan, “Jika manusia diciptakan dengan sifat-sifat hewan, setan, dan malaikat, bagaimana kita bisa tahu bahwa sifat malaikat adalah esensi kita, sementara sifat hewan dan setan hanyalah aksidensi?” Jawabannya, esensi setiap makhluk adalah sesuatu yang tertinggi dan khas dalam dirinya. Contohnya, kuda dan keledai adalah hewan pengangkut beban, tetapi kuda lebih unggul karena ia dipergunakan juga untuk perang. 

Jika tidak, kuda terpuruk hanya menjadi hewan pengangkut beban. Fakultas tertinggi 

dalam diri manusia adalah akal yang memampukannya merenung tentang Tuhan. 

Jika akal mendominasi maka ketika mati ia terbebas dari kecenderungan syahwat dan 

amarah sehingga dapat bergabung dengan para malaikat. Dibandingkan dengan beber

rapa jenis hewan, manusia jauh lebih lemah. Berkat akal, ia dapat mengungguli mereka 

sebagaimana dikatakan Alquran: “Telah Kami tundukkan segala sesuatu di atas bumi untuk manusia” (Q. 45:13). Sebaliknya, jika sifat hewani atau setan yang berkuasa maka setelah mati ia akan selalu menghadap ke bumi dan mendambakan kesenangan duniawi.


Langkah mengenal diri

Langkah pertama untuk mengenal diri adalah menyadari bahwa dirimu terdiri atas 

bentuk luar yang disebut jasad, dan wujud dalam yang disebut hati atau ruh. Hati yang 

saya maksudkan bukanlah segumpal daging yang terletak di dada kiri, melainkan tuan yang mengendalikan semua fakultas lainnya 

dalam diri serta mempergunakannya sebagai alat dan pelayannya. Pada hakikatnya, ia bukan sesuatu yang indriawi, melainkan sesuatu yang gaib; ia muncul di dunia ini seb

bagai pelancong dari negeri asing untuk berdagang dan kelak akan kembali ke tanah 

asalnya. Pengetahuan tentang wujud dan sifat-sifatnya inilah yang menjadi kunci mengenal Tuhan.Sebagian pemahaman mengenai hakikat hati atau ruh dapat diperoleh seseorang dengan mengatupkan matanya dan melupakan segala sesuatu di sekitarnya selain dirinya sendiri. Dengan begitu, ia akan mengetahui ketakterbatasan sifat dirinya itu. Namun, syariat melarang kita menelisik hakikat ruh sebagaimana ditegaskan Alquran:

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الرُّوْحِۗ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ اَمْرِ رَبِّيْ وَمَآ اُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلً

Artinya:

 “Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakan: (soal) ruh adalah urusan Tuhanku.” (Q. 17: 85). 


Jadi, sedikit yang dapat diketahui hanyalah bahwa ia merupakan suatu esensi 

tak terbagi yang termasuk dalam dunia titah (amr, dan bahwa ia bukanlah sesuatu yang 

abadi, melainkan ciptaan


      Setiap orang yang mengkaji persoalan ini akan melihat bahwa kebahagiaan sejati tak bisa dilepaskan dari makrifat—mengenal Tuhan. Tiap fakultas dalam diri manusia menyukai segala sesuatu yang untuk itu ia diciptakan. Syahwat senang memenuhi hasrat nafsu, kemarahan menyukai balas dendam, mata menyukai pemandangan indah, dan telinga senang mendengar suara-suara merdu. Jiwa manusia diciptakan dengan tujuan agar ia mencerap kebenaran. Karenanya, ia akan merasa senang dan tenang dalam upaya tersebut. Bahkan dalam persoalan yang remeh sekalipun, seperti permainan catur, manusia merasakan kesenangan. Dan, semakin tinggi materi pengetahuan yang didapat, 

semakin besar rasa senangnya. Orang akan senang jika dipercaya menjadi perdana menteri, tetapi ia akan jauh senang jika semakin dekat kepada raja yang mungkin menyingkapkan berbagai rahasia kepadanya. Dapat menangkap ikan dari lautan dan burung di udara, bahkan kuasa menundukkan binatang liar seperti gajah, unta, dan kuda. Panca indranya bagaikan lima pintu yang terbuka menghadap dunia luar. 


Keajaiban hati

Namun yang paling menakjubkan dari semua ini adalah hatinya yang memiliki jendela terbuka ke dunia ruh yang gaib. Dalam keadaan tidur, ketika saluran indranya tertutup, jendela ini terbuka menerima berbagai gambaran dari dunia gaib, yang kadang-kadang mengabarkan isyarat tentang masa depan. Hatinya bagaikan sebuah cermin yang memantulkan segala sesuatu di Lauh Mahfuzh. Tetapi, bahkan di saat tidur, pikiran-pikiran yang bersifat duniawi akan memburamkan cermin tersebut sehingga kesan-kesan yang diterimanya tidak jelas. Bagaimanapun, saat kematian datang, semua pikiran seperti itu akan sirna dan hakikat segala sesuatu tampak sejelas-jelasnya. Saat itulah yang dimaksud dalam ayat di atas: 

لَقَدْ كُنْتَ فِيْ غَفْلَةٍ مِّنْ هٰذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاۤءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيْدٌ

Artinya:

Kamu lalai dari (hal) ini. Kami singkapkan tutup matamu sehingga penglihatanmu pada hari itu sangat tajam.

(QS. 50: 22).

Jendela dalam hati itu juga dapat terbukka dan mengarah ke dunia gaib di saat-saat 

yang menyerupai ilham kenabian, yakni ketika intuisi muncul dalam pikiran tanpa melalui perangkat indriawi. Makin seseorang memurnikan dirinya dari hasrat badani dan memusatkan pikirannya kepada Tuhan, semakin peka ia terhadap intuisi-intuisi seperti itu. Orang yang tidak menyadari intuisi semacam itu tak berhak menyangkal keberadaannya.


hal yang membedakan jiwa yang sangat kuat 

ini dari jiwa orang kebanyakan:

1. Apa yang dilihat orang lain hanya dalam mimpi, mereka melihatnya di saat- saat jaga.

 2. Sementara kehendak orang lain hanya 

memengaruhi jasad mereka, jiwa ini, dengan kekuatan kehendaknya, bisa pula . menggerakkan jasad orang lain.

 3. Jika orang lain mesti belajar keras untuk mendapatkan suatu pengetahuan, ia mendapatkannya melalui intuisi.

    Tentu saja ada banyak hal lain yang membedakan jiwa mereka dari jiwa kebanyakan manusia. Namun, ketiga tanda itul lah yang dapat diketahui umum. Sebagai mana tidak ada sesuatu pun yang mengetahui hakikat sifat-sifat Tuhan kecuali Tuhan, sifat sejati seorang nabi pun hanya diketahui oleh nabi. Tak perlu merasa heran, karena dalam kehidupan sehari-hari pun kita tak mungkin menerangkan keindahan puisi pada seseorang yang tak peka terhadap rima dan irama, atau menjelaskan keindahan warna kepada seorang yang buta. Selain ketidakmampuan, ada perintang-perintang lain unttuk mencapai kebenaran spiritual. Satu diantaranya adalah pengetahuan capaian lahiriah. Jelasnya, hati manusia bisa digambarkan sebagai sumur dan pancaindra sebagai lima aliran yang terus mengaliri sumur itu. 

Untuk mengetahui kandungan hati yang sebenarnya, kita harus menghentikan aliran-aliran tersebut dan membersihkan sampah yang dibawanya. Dengan kata lain, jika kita ingin sampai kepada kebenaran ruhani yang murni, kita mesti membuang pengetahuan yang telah dicapai melalui proses indriawi dan yang sering kali mengeras menjadi prasangka dogmatis.


Namun, dibandingkan pengetahuan tentang jasad beserta fungsi-fungsinya, pengetahuan tentang jiwa lebih banyak berperan mengantar manusia pada pengetahuan tentang Tuhan. Jasad bisa diumpamakan seekor kuda sementara jiwa adalah penunggangnya. Jasad diciptakan untuk jiwa dan jiwa 

untuk jasad. Jika seseorang tidak mengetahui jiwanya—sesuatu yang paling dekat kep

padanya—maka pengakuannya bahwa ia mengetahui hal-hal lain tidak berarti apa-

apa. Ia tak ubahnya pengemis yang tak punnya persediaan makanan, lalu mengaku bisa 

memberi makan seluruh penduduk kota. Dalam bab ini kita telah berusaha memaparkan kebesaran jiwa manusia. Orang yang mengabaikannya dan menodai kesuciannya dengan mengotori atau bahkan merusaknya, pasti akan kalah di dunia dan di akhirat Kebesaran manusia yang sebenarnya terletak pada kemampuannya untuk terus maju dan berkembang. Tanpa kemampuan itu ia akan menjadi makhluk yang paling 

lemah di antara makhluk lainnya—takluk oleh rasa lapar, haus, panas, dingin, dan musnah oleh penderitaan. Sering kali apa yang disukai seseorang justru sangat membahayakan dirinya. Dan segala hal yang memajukannya tidak bisa diperoleh kecuali dengan kesusahan dan kerja keras. Intelektualitas manusia sesungguhnya sangat rapuh. Sedikit saja kekacauan dalam otaknya sudah cukup untuk merusak atau membuatnya gila. Dan fisiknya pun lebih lemah dibanding sebagian hewan; bahkan sengatan tawon saja sudah mampu mengusik ketenangan dan kesehataannya. Tabiatnya bahkan lebih lemah lagi; satu rupiah hilang dari kantongnya, ia kelabbakan dan gelisah tak karuan. Kecantikannya pun, berkat kulitnya yang lembut, hanya sedikit lebih baik daripada makhluk lainnya. Jika tidak sering dicuci, manusia akan tampak sangat menjijikkan dan memalukan.


sebenarnya manusia merupakan makhluk yang teramat lemah dan hina di dunia 

ini. Kebernialaian dan keutamaannya hanya akan mewujud di negeri akhirat. Melalui 

pendisiplinan diri dengan sarana “Kimia Kebahagiaan” ia akan naik dari tingkatan hew

wan ke tingkatan malaikat. Tanpa Kimia Kebahagiaan, keadaannya akan menjadi lebih buruk dari orang biadab yang pasti musnah dan menjadi debu. Karena itu, disertai kesadaran sebagai makhluk terbaik dan paling unggul, ia harus berusaha mengetahui ketakberdayaannya, karena pengetahuan itu menjadi salah satu kunci untuk membuka pengetahuan tentang Allah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak