Rahasia puasa menurut imam Al Ghazali bagian II

Rahasia puasa menurut imam Al Ghazali bagian II -

Saya kutip dari kitab rahasia puasa dan zakat imam Al Ghazali






Adapun tentang orang yang berpuasa, Rasulullah Saw. pernah bersabda dalam sebuah hadis:

“Allah Swt. berkata (kepada para malaikat), ‘Lihatlah kepada hamba-Ku, wahai malaikat-Ku: Dia (si hamba) meninggalkan

syahwatnya, kesenangannya, makannya, dan minumnya semata-mata karena Aku’!”

Sebagian orang berkata bahwa yang dimaksud dengan “yang mereka kerjakan” dalam firman Allah, .

فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّآ اُخْفِيَ لَهُمْ مِّنْ قُرَّةِ اَعْيُنٍۚ جَزَاۤءًۢ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ


.. Tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan … (QS Al-Sajdah: 17), ialah puasa. Hal ini mengingat firman Allah lainnya,

اِنَّمَا يُوَفَّى الصّٰبِرُوْنَ اَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ


Artinya:"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas' ... (QS Al-Zumar: 10). 

Maka, pahala bagi orang yang berpuasa akan dilimpahkan sebanyak banyaknya dan tanpa batas, sehingga tak mungkin tercakup dalam hitungan. Dan memang, yang demikian itu cukup pantas bagi orang yang berpuasa, mengingat bahwa ibadah puasa telah memperoleh kemuliaan tak terhingga dengan dinisbatkannya kepada Dzat Allah Swt. (seperti tersebut dalam Hadis Qudsi sebelum ini). Meskipun dapat dikatakan pula bahwa, pada hakikatnya semua ibadah lainnya juga milik Allah, akan tetapi hal ini sama seperti Allah Swt. telah memuliakan Ka‘bah dengan menyebutnya sebagai “rumahnya”, walaupun bumi seluruhnya, pada hakikatnya, adalah milik-Nya juga.


Adapun mengenai kemuliaan puasa, dapat disebutkan di sini dua makna yang menyebabkannya memperoleh sebutan yang demikian:

Pertama, bahwa pelaksanaan puasa terdiri atas upaya mencegah diri dari sesuatu atau meninggalkan sesuatu

Yang demikian itu mengandung rahasia tersendiri, mengingattiadanya suatu amalan konkret padanya yang dapat dilihat oleh orang lain. Sementara itu, semua amalan ketaatan kepada Allah, selain puasa, mengandung kemungkinan untuk dapat disaksikan oleh orang banyak. Puasa tidak ada yang dapat melihatnya, kecuali Allah Azza wa Jalla. Sebab, ia adalah amal dalam batin seseorang, dilaksanakan hanya dengan kesabaran semata-mata. Kedua, puasa adalah amal yang menghinakan setan musuh Allah dengan cara paksa. Hal ini mengingat bahwa sarana setan terkutuk untuk mengelabui manusia ialah berbagai syahwat pembangkit nafsu. Sementara nafsu akan menjadi makin kuat dengan makan dan minum. Karena itu,

Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya setan itu mengalir dalam diri manusia seperti mengalirnya darah, maka persempitlah saluran-saluran baginya dengan lapar.”

Karena itu pula, Rasulullah Saw. berkata kepada Aisyah:

“Ketuklah pintu surga secara terus-menerus.” “Dengan apa?”

tanya Aisyah. Maka, beliau menjawab, “Dengan lapar.”

Demikianlah, mengingat puasa adalah perbuatan yang secara khusus mengandung penghinaan dengan paksa terhadap setan, dan juga sebagai upaya menyumbat salurannya atau mempersempit tempat mengalirnya, maka puasa sudah sepatutnya memperoleh kemuliaan penisbatan kepada Dzat Allah Swt. Dalam upaya menghinakan musuh Allah itu, terkandung pula pembelaan untuk Allah Swt. Sementara itu, siapa yang membela-Nya, pasti akan memperoleh pembelaan dari-Nya sebagai balasan. FirmanNya tentang hal ini:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَنْصُرُوا اللّٰهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ اَقْدَامَكُمْ


Artinya:"Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu."(QS Muhammad: 7)

Memang, pada mulanya merupakan usaha sungguh-sungguh

dari si hamba, kemudian akan datang kepadanya hidayah dari

Allah sebagai balasannya. Itulah sebabnya Allah Swt. berfirman:

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ


Artinya:"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." (QS Al-‘Ankabût: 69)

Demikian pula firman-Nya:

 ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ

Artinya:"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatukaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka

sendiri." (QS Al-Ra‘d: 11)

Yang dimaksud dengan “mengubah” ialah mengubah kecenderungan syahwat hawa nafsu, yang merupakan tempat

bermain-main setan-setan. Selama tempat-tempat itu subur,

mereka akan selalu mengunjunginya. Dan selama setan-setan masih selalu berkunjung, takkan mungkin tersingkap keagungan Allah bagi seorang manusia. Dengan kata lain, dia

akan terhijab (terhalangi) dari perjumpaan dengan Allah Swt. Sabda Rasulullah Saw.:

“Sekiranya bukan karena setan-setan yang selalu mengitari hati manusia, niscaya manusia akan mampu memandangi

kerajaan langit-langit.”

Dari segi inilah, puasa dimisalkan sebagai pintu ibadah dan juga sebagai pagar penjaga keamanan hati manusia. Maka, bila sedemikian tinggi keutamaan puasa, sudah sepatutnyalah dijelaskan tentang persyaratan-persyaratannya yang bersifat lahiriah maupun batiniah.


Kewajiban-Kewajiban dalam Puasa

Pertama: Memperhatikan permulaan bulan Ramadhan.

Caranya, dengan melihat bulan sabit (hilal) awal Ramadhan. Jika hal itu terhalangi oleh awan, hendaknya menetapkan bulan tersebut dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya‘ban menjadi tigapuluh hari. Adapun yang kami maksud dengan “melihat bulan” di sini, ialah “mengetahuinya”. Hal itu dapat terlaksana dengan adanya kesaksian orang yang adil (orang yang dapat dipercaya), walaupun hanya seorang. Tidak demikian halnya dengan kesaksian terbitnya bulan Syawwal. Untuk itu, diperlukan sedikitnya dua orang saksi yang adil. Hal itu berdasarkan sikap ihtiyath (sikap hati-hati) berkaitan dengan ibadah. Dan, barangsiapa mendengar dari seorang adil yang dia percayai, atau yang menurut dugaan yang kuat memang dapat

dipercaya, maka wajib atasnya berpuasa walaupun belum ada ketetapan dari seorang qadhi (hakim) yang resmi. Sebab,

setiap orang hendaknya mengikuti dugaan kuat hatinya atau bisikan hati nuraninya sendiri dalam hal-hal yang berkaitan

dengan ibadah.



Kedua: Niat puasa.

Setiap malam memerlukan niat khusus yang pasti sejak malam harinya (yakni, harus sudah ada niat di hati untuk berpuasa,

sebelum fajar menyingsing). Maka, seandainya dia meniatkan berpuasa untuk sebulan penuh sekaligus, hal itu tidak

memadai. Demikian pula jika dia meniatkannya pada siang hari (yakni, setelah fajar). Kecuali untuk puasa sunnah,

dibolehkan meniatkannya pada siang hari (yakni, sebelum waktu zhuhur dan selama dia belum melakukan sesuatu yang

membatalkan puasa).

yang dimaksud dengan “niat khusus” ialah niat untuk berpuasa di bulan Ramadhan. Maka, seandainya dia meniatkan puasa (sembarang puasa) atau puasa fardhu (tanpa menyebutkan Ramadhan), niatnya itu tidak sah. Jadi, harus meniatkannya sebagai “puasa fardhu bulan Ramadhan”.

Adapun yang kami maksud dengan “niat yang pasti” ialah bahwa puasanya itu di bulan Ramadhan secara pasti. apabila niatnya seperti itu berdasarkan adanya ucapan serta kesaksian seorang adil bahwa dia telah melihat bulan, tetapi kita sendiri masih belum yakin—mengingat adanya kemungkinan kekeliruan ataupun kebohongan dari saksi tersebut. Adanya kebimbangan seperti ini, tidak mengurangi

“kepastian” niatnya itu. Lain halnya jika dia diliputi keraguan pada suatu malam yang ada kemungkinan merupakan malam terakhir Sya‘ban atau malam pertama Ramadhan, maka niat yang diucapkannya dengan lisan tidak ada gunanya selama hatinya masih diliputi keraguan. niat itu tempatnya di dalam hati, dan tidak mungkin digambarkan adanya kepastian niat, sementara keraguan masih bersemayam di dalam hati.

Ketiga: Menahan diri dari memasukkan sesuatu ke dalam perut, secara sengaja dan dalam keadaan ingat akan puasanya

Maka, puasanya itu menjadi batal dengan masuknya makanan dan minuman atau obat-obatan yang biasa ataupun yang dimasukkan lewat dubur atau hidung. Akan tetapi, tidak batal puasanya jika melakukan pengobatan dengan cara berbekam, bercelak, memasukkan sebatang besi halus, dan sebagainya ke dalam telinga atau penis, asal tidak terlalu dalam.

Adapun yang kami maksud dengan “dalam keadaan ingat akan puasanya” dalam definisi di atas, ialah untuk membedakannya dengan

orang yang lupa. Sebab, bagi orang yang makan atau minum dalam keadaan lupa akan puasanya, maka puasanya itu tetap

sah dan tidak batal karenanya.

Keempat: Menahan diri dari melakukan jimak (sanggama).

Tetapi, seandainya dia melakukannya dalam keadaan lupa bahwa dia sedang berpuasa, maka puasanya itu tidak batal karenanya. Demikian pula jika dia melakukannya pada malam hari atau dia ihtilam (bermimpi hingga keluar mani), lalu masih tetap dalam keadaan junub (belum mandi dari hadas.besar) sampai sesudah terbitnya fajar, maka puasanya tetap.sah

Kelima: Menahan diri dari istimna‘, yaitu mengeluarkan mani

dengan sengaja, dengan atau tanpa jimak. Melakukan hal itu, dapat membatalkan puasa.

Adapun mencium atau memeluk istri, tidak membatalkan puasa selama tidak mengeluarkan mani. Meskipun demikian, perbuatan seperti itu makruh hukumnya (yakni, sebaiknya tidak dilakukan), kecuali jika dia seorang yang sudah tua usianya atau seorang yang mampu menahan syahwatnya (sehingga, tidak khawatir akan keluarnya mani). Betapapun juga, meninggalkan perbuatan seperti itu, lebih utama. Dan apabila dia telah merasa khawatir akan akibat ciumannya itu, tetapi tetap juga dia mencium lalu tidak berhasil menahan keluarnya mani maka puasanya batal, karena dia dianggap tidak menghormati dan tidak mengindahkan puasanya.

Keenam: Menahan diri dari muntah

Melakukannya dengan sengaja, membatalkan puasa. Akan tetapi, apabila dia muntah tanpa kemauannya sendiri, dan karena tidak dapat menahannya maka tidaklah batal puasanya. Demikian pula menelan kembali dahaknya yang belum melewati tenggorokan atau masih dalam batas dadanya, tidak membatalkan puasa.

Hal ini termasuk keringanan bagi orang berpuasa, mengingat seringnya terjadi yang demikian itu pada hampir semua orang.

Akan tetapi, apabila dia menelan kembali dahaknya itu setelah berada dalam mulut, puasanya itu batal.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak