Tawakal,Cinta Allah - dari kitab mukasyafatul qulub karya imam Al Ghazali
Allah Swt berfirman, Katakanlah, “Jika kalian(benar-benar) mencintai Allah,ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kalian (QS âli ‘Imrân [3]:31).
Ketahuilah, wahai yang dikasihi Allah, bahwa kecintaan hamba kepada Allah dan Rasul-Nya adalahketaatan dan kepatuhan kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Adapun kecintaan Allah kepada hamba-Nya adalah limpahan ampunannya kepadanya.
Ada yang mengatakan, apabila hamba mengetahui bahwa kesempurnaan yang hakiki tiada lain kecuali milik Allah dan setiap yang tampak sempurna dari dirinya atau orang lain adalah dari dan karena Allah, cintanya hanya milik dan kepada Allah. Hal itu menuntut keinginan menaati-Nya dan mencintai segala yangmendekatkan diri kepada-Nya. Oleh karena itu, mahabbah ditafsirkan sebagai keinginan untuk taat dan kelaziman mengikuti Rasulullah Saw.
dalam peribadatannya. Hal itu merupakan dorongan menuju ketaatan kepada-Nya.
Al-Hasan Ra berkata, “Beberapa kaum bersumpah setia di hadapan Rasulullah Saw,
‘Wahai Rasulullah, sungguh kami mencintai Tuhan kami.’ Maka turunlah ayat di atas.”
Basyar al-Hâfî berkata, “Aku bermimpi bertemu dengan Nabi Saw. Beliau bertanya ‘Wahai Basyar, tahukah engkau, dengan apa Allah meninggikan kamu di antara kawan-kawanmu?’
“Tidak, wahai Rasulullah,” jawabku.
Beliau bersabda, “Dengan baktimu kepada orang-orang saleh, nasihatmu kepada saudara- saudaramu, kecintaanmu kepada sahabat-sahabatmu dan pengikut Sunnahku, dan kepada tuhanmu kepada Sunnahku.” Selanjutnya nabi Saw bersabda, “Barangsiapa menghidupkan Sunnahku, dia telah mencintaiku. Dan, barangsiapam mencintaiku pada hari kiamat dia bersamaku di surga.”
Di dalam hadis mahsyur disebutkan bahwa orangyang berpegang pada Sunnah Rasulullah Saw ketika orang lain berbuat kerusakan dan terjadi pertikaian di antara para penganut mazhab, dia memperoleh pahala dengan seratus pahala syuhada. Demikian disebutkan dalam
Syir‘ah al-Islâm.
Nabi Saw berkata, “Semua umatku masuk surga kecuali orang yang tidak menginginkannya.” Para sahabat bertanya “Siapa yang tidak menginginkannya?” Beliau menjawab, “Orang yang menaatiku masuk surga, sedangkan orang yang durhaka kepadaku tidak menginginkan masuk surga. Setiap amalan yang tidak berdasarkan Sunnahku adalah maksiat.”
Seorang ulama sufi berkata, “Kalau Anda melihat seorang guru sufi terbang di udara, berjalan di atas laut atau memakan api, dan sebagainya, sementara dia meninggalkan perbuatan fardhu atau Sunnah secara sengaja, ketahuilah bahwa dia berdusta dalam pengakuannya. Perbuatannya bukanlah karâmah. Kami berlindung kepada Allah dari yang demikian.”
Al-Junayd Ra berkata, “Seseorang tidak akan sampai kepada Allah kecuali melalui Allah. Jalan untuk sampai kepada Alah adalah mengikuti al-Mushthafâ (Nabi Muhammad) Saw.”
Ahmad al-Hawârî Ra berkata, “Setiap perbuatan tanpa mengikuti Sunnah adalah batil. Sebagaimana sabda Nabi Saw, “Barangsiapa yang mengabaikan Sunnahku, haram baginya syafa‘atku.’” (Tercantum dalam Syir‘ah al-Islâm).
Ada seorang gila yang tidak meremehkan dirinya. Kemudian, hal itu diberitahukan kepada Ma‘rûf al-Karkhî. Dia tersenyum, lalu berkata,
“Wahai saudaraku, Allah memiliki para pencinta dari anak-anak, orang dewasa, orang berakal, dan orang gila. Yang ini adalah yang engkau lihat pada orang gila.”
Al-Junayd berkata, “Guruku al-Sarî Ra jatuh sakit. Kami tidak tahu obat untuk menyembuhkan penyakitnya dan juga tidak tahu sebab sakitnya.
Dokter yang berpengalaman memberikan resep kepada kami. Oleh karena itu, kami menampung air seninya ke dalam sebuah botol. Lalu, dokter itu melihat dan mengamatinya dengan seksama. Kemudian dia berkata, ‘Aku melihat air seni ini seperti air seni seorang pencinta (al-‘âsyiq).’ Aku
seperti disambar petir dan jatuh pingsan. Botol itupun jatuh dari tanganku. Kemudian, aku kembali kepada al-Sarî dan mengabarkan hal itu
kepadanya. Dia tersenyum dan berkata, ‘Allah mematikan apa yang dia lihat.’ Aku bertanya,'Wahai guru, apakah mahabbah itu tampak jelas dalam air seni?’ Dia menjawab, ‘Benar.’”
Al-Fudhayl Ra berkata, “Apabila ditanyakan kepadamu, apakah engkau mencintai Allah?Diamlah. Sebab, jika engkau menjawab ‘tidak’,engkau menjadi kafir. Sebaliknya, jika engkau menjawab ‘ya’, berarti sifatmu bukan sifat para pencinta Allah. Maka waspadalah dalam mencintai dan membenci (sesuatu).”
Sufyân berkata, “Barangsiapa mencintai orang yang mencintai Allah Swt, berarti diam mencintai Allah. Barangsiapa memuliakan orang yang memuliakan Allah Swt, berarti dia memuliakan Allah Swt.
Sahl berkata, “Tanda cinta kepada Allah adalahcinta kepada al-Quran. Tanda cinta kepada Allah dan Al-Quran adalah cinta kepada Nabi Saw. Tanda cinta kepada Nabi Saw adalah cinta kepada Sunnahnya. Tanda cinta kepada Sunnahnya adalah cinta kepada akhirat. Tanda cinta kepada akhirat adalah benci dunia. Tanda benci dunia adalah tidak mengambilnya kecuali sebagai bekal dan perantara menuju akhirat.”
Dalam Zahr al-Riyâd disebutkan bahwa MûsâAs punya seorang sahabat yang sangat dekat.Pada suatu hari, sahabatnya berkata, “Wahai Mûsâ berdoalah kepada Allah agar aku dapatmengenal-Nya dengan makrifat yang sebenarbenarnya.”Mûsâ As berdoa, dan doanya dikabulkan.
Kemudian, karibnya pergi ke puncak gunung bersama binatang-binatang buas. Mûsâ punkehilangan dia. Maka Mûsâ berdoa, “Wahai Tuhanku aku kehilangan saudara dan sahabatku.”
Tiba-tiba ada jawaban, “Wahai Mûsâ,orang yang mengenal-Ku dengan makrifat yang dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Yahyâ As dan ‘îsâ As sedang berjalan di pasar. Tiba-tiba seorang perempuan menabrak mereka.
Yahyâ As berkata, “Demi Allah, aku tidak merasakannya.”
Lalu ‘îsâ As bertanya, “Mahasuci Allah ba-danmu ada bersamaku, tetapi kalbumu ada dimana?” Yahyâ As menjawab, “Wahai anak bibiku, kalau kalbu merasa tenteram kepada selainAllah sekejap mata pun, niscaya engkau mengira aku tidak mengenal Allah.”
Seorang ulama berkata, “Makrifat yang benar adalah menceraikan dunia dan akhirat, dan menyendiri untuk Maula (Allah Swt). Dia mabuk karena tegukan mahabbah. Karena itu, dia tidak sadar kecuali ketika melihat Allah. Dia berada di atas cahaya dan Tuhannya.”
Sumber kitab mukasyafatul qulub
Imam Al-Ghazali dalam Kitab Al-Mahabbah wa al-Syawq wa al-Uns wa al-Ridha, menuturkan bahwa Harm Ibn Hayyan mengatakan, “Ketika seorang Mukmin mengenal Rabb-nya, pasti ia akan mencintai-Nya.
Ketika sudah mencintai-Nya, dia pasti akan datang menghadap.kepada-Nya. Ketika merasakan manisnya menghadap kepada-Nya, dia pasti tidak akan memandang dunia dengan nafsu dan memandang akhirat dengan berbunga-bunga. Sungguh, hidup di dunia sangat melalahkan, tetapi di akhirat begitu menyenangkan.”
Abdullah bin Muhammad.bertutur, “Aku pernah mendengar seorang wanita ahli ibadah berkata dalam isak tangis dan air mata bercucuran di pipinya, “Demi Allah, aku sudah bosan hidup. Andai maut diperjual-belik an, pasti sudah aku beli, demi cinta dan kerinduanku bertemu dengan-Nya.”
Lalu, aku bertanya,
“Mengapa engkau begitu percaya dengan amalmu?” Maka kemudia dia menjawab, “Tidak.
Sungguh aku hanya mencintai-Nya dan berbaik sangka kepada-Nya. Aku biarkan Dia menyiksaku, yang penting aku mencintai-Nya.”
Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Dawud a.s., “Jika saja orang yang merenungkan Aku itu tahu, betapa Aku menunggu kedatangan mereka, betapa Aku selalu menemani mereka, dan. betapa Aku rindu untuk menyingkirkan kemaksiatan dari mereka, maka pastilah mereka akan mati karena rindu bertemu Aku. Tulang belulang mereka pasti terpotong-potong karena kecintaan mereka kepada-Ku.
Wahai Dawud, inilah kehendakku kepada orang-orang yang merenungkan Aku. Bayangkan, bagaimana kehendak-Ku kepada orang-orang yang merenungkan Aku? Wahai Dawud, sesuatu yang paling Aku sayangi pada hamba-Ku adalah ketika ia merenungkan Aku. Dan, sesuatu yang paling besar bagiku adalah ketika ia kembali kepada-Ku.”
--Imam Al-Ghazali dalam Kitab Al-
Mahabbah wa al-Syawq wa al-
Uns wa al-Ridha, Ihya Ulumuddin.
